Pelan-Pelan Menyusun Kerangka Bangunan*
Minggu, 10 November 2024
Halaman Tutbek
Pertemuan ketiga sudah, para calon pameris sudah datang dengan serangkaian bayangan bayangan ide karya yang kasar. Setelah pada pertemuan sebelumnya, hajar-hajaran pikirnya akan banyak perihal realita perfilman hari ini. Komposisinya sedikit berbeda, dimana kemarin hadir Mas Jati dari Cinemartani. Mas Jati kerap melempar bola-bola liar dan realita masa 2000an yang membuka cakrawala bagi calon pameris. Pertemuan ketiga seperti lebih fokus, menata dan memetakan kekuatan karya mereka. Terdiri dari Nopal, Dinda, dan Mas Kiki sebagai panitia. Yoga sebagai pengampu arsip. Para calon pameris yaitu Bandera dan Dzakwan dari kelompok Rahayu. Rhiksa dan Akmal dari kelompok Capitol. Serta Jidan yang sendirian dan telat karena syutingan mewakili kelompok Empire. Kali ini TRACINEMABILITY kehadiran wajah baru, bernama Siam, yang akan membantu bocah-bocah ini merealisasikan dan mematangkan ide-ide karya menuju bentuk impian.
Mereka datang seperti meminta bantuan, secara apik, dalam meramu artistik, teknis, hingga konteks yang berkaitan dengan arsip. Program yang digagas Cinermatani berkolaborasi dengan Pehagengsi memang berdasar pada disiplin media rekam, lebih spesifik lagi adalah film dan sekitarnya. Namun, secara hasil akhir, para calon pameris akan menghasilkan karya-karya dengan disiplin yang lebih condong menuju seni rupa. Tak kaget, karena waktu yang dikejar sangat pendek, bukan mengartikan bahwa seni rupa dapat menjadi instan. Para calon pameris akan membangun citra dan rona dengan bentuk dasar instalasi, terdiri dari banyak komponen. Akan mempermudah mereka dalam mengelaborasikan prinsip-prinsip sinema, menuju visualisasi yang lebih tajam dengan bentuk instalasi. Kehadiran Siam juga mendukung arah tersebut. Ia adalah sosok yang disiapkan panitia acara untuk mendukung teknis dan memberikan masukan akan bentuk presentasi. Berasal dari seni murni, dan menjalani karir sebagai seniman visual. Kebiasaan dan sifat adaptif dimilikinya dalam merespon karya calon pameris. Juga sentilan kritisnya yang Ia bawa secara gamblang seperti diskusi panas seni rupa pada umumnya. Tak segan-segan Ia dalam meeting kali ini mempertanyakan gagasan, alasan, dan keselarasan dalam konsep karya yang dipresentasikan.
Dimulai dengan presentasi sederhana, akan bagaimana progress mereka hari ini. Sempat ada mendengarkan kaset pita arsip yang dibawa Yoga, seperti podcast dengan audio ala kadarnya jika disetel hari ini. Percakapan-percakapan pada masa seperti berbentuk talkshow radio. Entah siapa yang mengisinya, sempat terdengar perihal ekspresi para seniman muda yang menggelora masa itu. Sehabis terpenjara rezim cendana. Waktu calon pameris kali ini banyak dihabiskan dalam membaca dan mengamati arsip yang sama seperti sebelumnya. Menengok arsip tak dapat dibawa pulang, mereka tak ingin sia-sia. Yoga sebagai tuan para arsipnya, juga sudah memetakan kebutuhan. Ia menaruh sticky notes pada banyak bagian arsip yang sudah disesuaikan dengan wacana yang ingin dibangun masing-masing kelompok.
Kemarin, meeting kedua, seperti uji asah pola pikir. Mereka bebas melempar pendapat-pendapat yang bingung juga nakal akan realita 2000an dengan realita perfilman hari ini. Hari meeting ketiga, sudah terbentuk, mereka membangun pondasi karyanya masing-masing menuju teknis dan visual. Dengan percaya dan sedikit yakin, mereka mencoba melemparnya dan menunggu respon. Kelompok Rahayu, yang memandang generasi 2000an sangat berani memainkan lintas disiplin seni dalam memproduksi film. Serta melihat narasi-narasi yang lebih kontekstual dan kuat pada masa itu. Bandera dan Dzakwan lewat instalasi mereka ingin mengembalikan semangat membawa konteks sekitar pada generasi hari ini. Lewat video art, stop motion, sticker, hingga terdapat ide memainkan happening art pada saat pembukaan. Menengok penyampaian mereka, masih sedikit kebingungan, terlalu banyak komponen. Menurut Siam, konsep menuju visual harus lebih matang lagi, bukan hanya cocok dan lurus sesuai tujuan. Namun esensi dari setiap objek dan bagaimana objek tersebut diperlakukan sangat lah diperhatikan. Seperti stop motion yang akan ditembak pada kanvas kosong, sticker dan flyer yang akan dibagikan, dan keterkaitan ide happening art dengan instalasinya sendiri.
Berbeda dengan Kelompok Capitol, mereka serasa membawa rencana yang tinggal eksekusi saja. Lebih matang dan dan terarah, namun bukan berarti lebih baik daripada yang lain. Ide mereka sejatinya sederhana, dengan menghadirkan kontras dahulu dengan sekarang. Memperhatikan karakter dan bahasan yang sudah berkembang dari zaman 2000-an. Rhiksa dan Akmal menunjukkan pada kami foto Jogja Gallery masa lampau, yaitu bioskop Sobo Harsono yang diambil tampak depannya. Penuh sesak dengan orang-orang tempo dulu yang ingin menonton film. Mereka ingin bermain dengan disiplin animas, untuk memberi nyawa bagi arsip itu kembali. Dengan menggerakan foto arsip tersebut, dan membangun perbincangan antara sosok-sosok yang hadir dalam foto tersebut. Kontras dihadirkan dengan ide dimana dialog-dialog yang dimainkan dalam animasi tersebut adalah percakapan hari ini. Mungkin kental dengan generasi Z. Memperlihatkan cepatnya perkembangan, diferensiasi, hingga sedikit ironi mengenai apa saja yang secara tak sengaja tereduksi oleh zaman dan perkembangan teknologi. Karyanya imajinatif, dengan karakter fiksi, arah mereka lumayan jelas dengan mempertontonkan asumsi-asumsi yang berakar dari arsip, dan dipaksa berdialog dengan pencipta karyanya, yaitu generasi hari ini. Namun, Siam kembali datang, untuk memberi arahan dan masukan secara teknis dan visual. Diharapkan, Capitol tak hanya fokus pada animasinya. Namun memikirkan faktor artistik keruangan dalam pameran.
Dalam kondisi telat, dan sedikit kesal seperti biasanya. Jidan menjadi satu-satunya perwakilan dari Kelompok Empire. Ia datang dengan meminta maaf atas keterlambatan, semuanya tak apa, namun Ia harus langsung presentasi. Dengan lugasnya, Jidan mewakili dua anggota yang tak hadir, dan sepertinya dia yang paling menguasai keseluruhan ide Kelompok Empire. Jidan melempar dua kemungkinan dari calon karyanya. Pertama, suatu komparasi media, berbentuk keseluruhan tubuh filmmaker yang diadaptasi dari tokoh asli. Lalu dibedah isi kepalanya, dan diberi cabang-cabang pikiran. Bermuatan apa saja perbedaan motivasi dan dorongan generasi 2000-an dengan generasi hari ini yang melek dengan kemungkinan baru. Ide keduanya adalah kritik terhadap individu maupun kolektif yang pernah menggebu-gebu memproduksi film. Namun tidak mengusahakan apapun setelahnya. Busuk saja di kotak penyimpanan. Mereka berinisiasi untuk menaruh sajadah, menghadap menuju aquarium yang di dalamnya terdapat kotak penyimpanan dokumen digital. Lagi-lagi ditanggapi oleh Siam, akan mana yang mereka realisasikan. Keduanya sama-sama memungkinkan, namun Jidan dan kawan-kawan harus segera mengambil keputusan. Pertimbangannya adalah ide komparasi dapat relevan secara konteks pada realita hari ini. Namun, kelebihan ide kedua memiliki nilai artistik yang lebih memukau dan mampu menghidupkan ruang pamer. Pekerjaan rumah Kelompok Empire adalah bagaimana kedua ide tersebut dengan kelebihannya masing-masing dapat dikaji lebih lanjut, agar menghasilkan apa yang sebenarnya mereka inginkan.
Perbedaan suasana terasa, sudah tak seperti ruang kelas yang penuh ketidaktahuan dan otoritas guru. Meeting kali ini kental dengan uji coba ide, membuka perspektif kawan-kawan yang turut hadir. Jika dibayangkan seperti workshop, namun tanpa alat-alat canggih, karena ini memang waktunya setengah jalan. Pondasi pikirnya sudah terbangun kemarin, kali ini mereka sudah menampilkan respon mereka terhadap arsip menuju kerangka kekaryaan yang masih lentur. Yoga, Kiki, dan Siam bertugas menjadi kaki tangan para pameris dalam rangka mencipta karya. Menjadi teman bercerita sekaligus menjadi bodoh bersama. Dalam artian, secara bersamaan membangun agar visi yang ingin dikejar dapat tersampaikan dengan baik. Mereka yang senior seperti menjadi mesin pencarian dadakan. Membuka referensi dan terbuka dengan kemungkinan baru yang calon pameris usulkan. Usulan dan pengalaman mereka menjadi validasi yang kuat bagi seniman untuk meyakinkan diri akan apa yang mereka lakukan. Dengan harap-harap cemas, waktu semakin dekat, bahkan produksi saja belum. Sesi berikutnya akan diisi oleh presentasi bentuk karya yang menuju utuh, beberapa keping visualnya harus sudah ada. Agar memberikan pihak lainnya kemudahan untuk membaca karya mereka. Tidak membayang-bayang seperti hari pertama pertemuan. Semangat mereka semakin terbakar, namun raut muka tak bisa bohong. Bahwa makin hari makin serius, tidak takut, namun mencoba mempersiapkan yang terbaik. Kita buktikan saja ketika pembukaan pameran tiba di waktu mendatang.
If El Lang Rajendra
Sleman, 13 November 2024
TRACINEMABILITY 2000.24 adalah program yang mempertemukan generasi sineas muda dengan arsip-arsip perfilman yang diinisiasi oleh Cinemartani. Berkolaborasi dengan pelaku film muda dari kampus ISI, JFA, UMY, dan UIN. Para calon pameris akan berproses selama tiga minggu lebih untuk menghasilkan karya berbasis arsip yang akan dipamerkan pada 20-27 November 2024 di Galeri Kelas Pagi Yogyakarta.
*Catatan Proses menuju pameran TRACINEMABILITY 2000.24 (3)
_
Pehagengsi; Alter\Native
Pehagengsi powered by Mergo Konco Studio
No comments: