Kenalan Dengan Muka-Muka Bengong Menghadap Masa Lalu*

Senin, 4 November 2024
Galeri Kelas Pagi Yogyakarta 

Malam hari, pada hari biasa pekerja kantoran memulai minggu penuh jadwal sesak. Para calon pameris TRACINEMABILITY 2000.24 memulai giatnya secara tatap muka pertama kali. Sebuah program yang diinisiasi Cinermatani untuk menengok dan mencermati bagaimana generasi sekarang berdialog dan menghasilkan sesuatu dengan Arsip sinema. Pemuda-pemuda kepo ini berasal dari komunitas-komunitas kampus di Jogja. Mereka diberi mandat untuk berpameran beberapa waktu lagi. Karyanya dirumuskan dengan bahan baku arsip perfilman. Diboyongnya arsip poster dan film oleh Yoga dari Cinemartani. Untuk dicekoki pada mereka yang ikutan.

Sehabis hujan, pukul tujuh malam sesi pertama dimulai. Terdapat Yoga (Hardiwan Prayogo), peserta, juga mas-mas bernama Nopal yang menjaga jalannya acara. Sebagai empunya, Yoga menjelaskan apa saja yang Ia bawa pada murid-muridnya. Sekaligus mempertegas posisinya sebagai kurator pameran. Ia bertugas untuk menjelaskan, mendampingi, juga menjadi lawan pukul pendapat. Agar hasilnya tajam namun terukur. Sebuah foto ditampilkan, sosok Sri Sultan Hamengkubuwono X dengan kamera VHS.

Dok. Naufal Hafidh & Cinemartani

Yoga bercerita, Ia melihatnya pada pameran arsip 80 Tahun Sultan. Memancing penasaran, karena foto tersebut terpampang hebat dan janggal pada posisi yang lumayan privat pada area rumah. Sekaligus memancing pertanyaan kepada peserta akan impresinya melihat foto arsip tersebut. Terlontarlah beberapa pendapat, seperti kontras visual yang sangat berbudaya dengan kecanggihan suatu kamera. Hingga asumsi bahwa foto tersebut dapat menjadi acuan mengapa perfilman Yogyakarta dapat berkembang lebih pesat dari daerah lain. Akibat baik dari pemimpinnya memiliki kepedulian terhadap mendokumentasikan sesuatu. Selaras dengan cerita Yoga, bahwa katanya, Sultan kerap berjalan-jalan mencari film ke beberapa daerah yang kerap beliau kunjungi. Berikutnya, diputar film dengan latar tempat penjara, pemain para tahanan, dan ternyata dibuat oleh para tahanan itu sendiri. Yoga juga menjelaskan bagaimana film dapat memiliki peranan penting dalam membaca sejarah. Contoh kasusnya adalah film “Perawan Desa” yang jika diibaratkan sekarang seperti kasus Vina yang heboh kemarin. Sudah memenangkan empat piala citra, namun namanya tak dapat gaung lebih tinggi, asumsinya adalah dapat berdampak buruk bagi citra kota yang terkenal istimewa. Contoh berikutnya adalah film “Serangan Fajar”, yang propagandis, menampilkan presiden kedua Indonesia sebagai pahlawan pemecah keributan saat agresi militer. Selain film dan poster, Yoga juga melihatkan peta bioskop jadul yang tersebar di beberapa lokasi. Ia memiliki detail dari hampir setiap bioskop tempo dulu yang berjumlah delapan belas. Mulai dari nama, lokasi, foto, hingga kecenderungan genre antar bioskop. Contohnya adalah bangunan Jogja Gallery yang dahulu adalah Bioskop Sobo Harsono.

Dengan seksama peserta menonton dengan khidmat, terlihat muka mereka juga bingung. Melihat kesederhanaan dan ketiadaan kompleksitas produksi yang mungkin, mereka damba-dambakan. Lagi-lagi, Yoga melempar waktu bagi mereka untuk mempertanyakan apa yang baru saja mereka tonton. Dengan nyata dan interaktif, Ia berusaha melakukan pembacaan secara spontan kepada setiap peserta akan sensasi mereka melihat arsip. Sepertinya untuk bahan pendampingan berikutnya, agar tepat guna tindakannya sebagai seorang kurator.

“Aku makin lelah dengan film, salah satunya karena jam kerjanya. Aku penasaran, apakah filmmaker 2000-an PERNAH merasakan hal yang sama?” -Ferdy, JFA

"Aku pengagum filmmaker Indonesia di era 2000-an. Tapi banyak temanku yang mengejekku karena mengidolakan mereka. Dibilang patokannya itu-itu saja. Aku rasa projek #Tracinemability ini adalah kesempatanku untuk ‘anjing-anjingin’ mereka.” -Jidan, ISI Yogyakarta

Mereka yang disebut-sebut daritadi sebagai peserta, terdiri dari tiga kelompok. Mereka memberi nama, dengan nama-nama bioskop jadul yang didapatkan dari arsip Yoga. Seperti kelompok Rahayu, Capitol, hingga yang paling familiar yaitu Empire. Bandera, Dzakwan, Bayu, Rhiksa, Dhiyas, Akmal, Jidan, Rais,  dan Fredy adalah mereka yang akan berpameran, juga berproses dari sekarang untuk menghasilkan karya-karya berbasis arsip film. Kawanan yang akan menjadi pemeran utama TRACINEMABILITY 2000.24 berasal dari kampus-kampus yang memiliki peranan penting dalam dunia akademik Yogyakarta. Seperti Institut Seni Indonesia Yogyakarta (ISI), Jogja Film Academy (JFA), Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), dan Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga (UIN). Entitas tersebutlah yang menaungi kelompok-kelompok sinema independen. Seperti Sewon Screening, Jofafest, Cinema Komunikasi UMY, dan Jamaah Cinema Mahasiswa Kine Klub yang menjadi pijakan awal para peserta di kampusnya masing-masing
Selama berjalan, dapat disaksikan impresi kecil dari pemuda-pemuda ini. Seperti remaja yang baru membuka lembar pengantar buku panduan yang menunjang hobi. Sumringah dan memutar otak, juga sepertinya mencari celah. Bagaimana arsip-arsip ini akan mereka terima, dipelajari, lalu harus dihasilkan kembali kedalam bentuk yang lebih relevan dengan kehidupan mereka di masa sekarang. Aplikasi notes dan buku catatan usangnya berkeluaran satu-satu. Entah mencatat apa, namun seriusnya minta ampun. Semoga kelak dapat jadi bukti fisik, rumusan pemikiran mereka menuju kekaryaan. Tangan pun mulai diangkat satu-satu. Bertanya seperti mengintrogasi Yoga, juga melempar asumsi. Beriringan dengan pembawaan Yoga yang seperti profesor, dalam artian, Ia mengetahui setiap rinci dari apa yang Ia bawakan. Timbul rasa percaya, juga kenyamanan bagi peserta untuk menjadi liar dalam berasumsi.

Sesi berlanjut pada tumpukan plastik putih di sebelah kanan Yoga. Dibongkar dan di buka lebar-lebar. Galeri KPY seolah jadi ruang penelitian. Hati-hati juga penasaran, mereka mulai meraba-raba. Coba menyentuh, memilah informasi yang tersedia. Yoga memperlihatkan poster-poster film lawasnya. Nama-nama yang tercantum dalam materi tersebut banyak yang asing, bahkan sudah alih profesi hingga tak dapat dikenali lagi.

Sudah mereka habiskan banyak menit untuk pendidikan arsip permulaan. Tak banyak interaksi sebelumnya. Waktunya mereka canggung, menuju jalan kerja yang lebih nyaman. Duduknya bergeser, menuju kelompok yang sudah dibentuk panitia. Tindakan pertamanya adalah sok asik. Tak bermaksud negatif, mereka mencoba berbaur dengan partner yang akan menemani selama tiga minggu berproses. Saling bertanya, perihal yang dasar-dasar saja. Seperti nama, umur, asal daerah, kampus, angkatan, kegiatan harian, hingga minat dalam sinema. Mereka bak komandan tempur, yang sedang memetakan kemampuan dan ketertarikan. Agar menjadi senjata ampuh. Dalam mengguna-guna arsip beberapa waktu kedepan. Mulai asik dan meriah, mulai lah terdengar diskusi-diskusi ringan. Duduk mereka dekat dengan arsip fisik naungan Yoga. Diskusi mereka menjadi nyata bersama objek. Dialognya banyak arah, antara beberapa orang, kurator, panitia, dan arsip yang diam saja menunggu tangan-tangan emasnya melakukan sesuatu diluar nasibnya sebagai barang lawas. Mereka mulai meramu petunjuk dan penanda yang ada. Saling bertanya akan ide yang selintas, dengan awalan “menurutmu gimana?”. Suatu situasi permulaan yang terasa sangat sederhana, akrab, juga hangat.

Waktu pada layar menunjukkan sedikit larut, sesi akan segera disudahi. Yoga dan Nopal masuk, menanyakan kembali akan apa saja yang sudah mereka dapat. Beberapa dasar pikir terbentuk, masih kasar, butuh validasi. Disampaikan pada Yoga perihal kegelisahan melihat sikap independensi, pengamatan akan kondisi sosial dan dialog antara pembuat dan penikmat, kecenderungan lama dan baru, hingga ide yang sudah lumayan spesifik seperti film bajakan.

Dalam pertemuan berikutnya, mereka diminta untuk presentasi sederhana. Perihal ide-ide yang berkembang. Juga rumusan kekaryaan mereka. Seperti mahasiswa akhir masa yang sedang meminang dosen untuk bubuhan tanda tangan. Banyak pertemuan akan terjadi diantara mereka, mulai dari diskusi, hingga proses produksi karya. Menuju TRACINEMABILITY 2000.24, para calon pameris akan bersiap dengan segala akal idenya untuk mendayaguna arsip-arsip yang sudah disediakan. Pada tahap awal, sudah terlihat antusias dan pantikan ide-ide segar. Patut ditunggu bentuk-bentuk karya berbasis arsip yang akan dipamerkan dalam waktu dekat ini.

If El Lang Rajendra
Sleman, 6 November 2024
_
TRACINEMABILITY 2000.24 adalah program yang mempertemukan generasi sineas muda dengan arsip-arsip perfilman yang diinisiasi oleh Cinemartani. Berkolaborasi dengan pelaku film muda dari kampus ISI, JFA, UMY, dan UIN. Para calon pameris akan berproses selama tiga minggu lebih untuk menghasilkan karya berbasis arsip yang akan dipamerkan pada 20-27 November 2024 di Galeri Kelas Pagi Yogyakarta.

*Catatan berkala proses menuju pameran TRACINEMABILITY 2000.24 (1)

_
Pehagengsi; Alter\Native
Pehagengsi powered by Mergo Konco Studio

No comments:

Powered by Blogger.