(Day 1) Skena, kolektif, zine, dan apapun di antaranya adalah tamu asing yang datang dengan salam sopan dan menempel padaku yang serba ‘gumunan’ ini | Oleh: Dinda Ok
Selalu ada hiruk pikuk persiapan sebelum bepergian. Yang paling sering terjadi adalah packing dan segala isiannya. Tapi kali ini hiruk pikuk persiapan yang terjadi adalah design zine, bikin zine instansi, sticker, merchandise, dan silat jadwal yang terjadi di menit-menit keberangkatan. Tiga hari dua malam di Malang akan panjang ceritanya, ku harap kamu menyiapkan secangkir kopi untuk menemanimu.
Pukul 23 dini hari, tanggal 2 juni adalah jam janjianku dengan Mas Kiki bertemu di stasiun untuk keberangkatan ke Malang. Kalau tidak salah ingat, ini adalah kereta jarak jauh pertamaku di tahun ini. Tentu saja, momen pertama kali biasanya tidak lekang dari hal-hal heboh yang cukup bikin beberapa orang menengok ke arah kami. Sebut saja beberapa kejadiannya; koper segede gaban kami belah di ruang tunggu untuk packing segala isiannya (baju ganti, skincare, berkas, barang jualan, barang promosi, dan lainnya), koper dijadikan alas laptop untuk nyicil beberapa kerjaan dengan berbagai selebaran zine mengelilinginya, dan puncaknya adalah sejam sebelum keberangkatan ponsel Mas Kiki mati total. Allahuakbar! semua akses komunikasi jadi lewat ‘jalur Dinda’.
Tapi hamdalah ada kebahagiaan kecil dari Hagia (anak Mas Kiki) yang bawain bekal untuk bapaknya sebanyak tiga buah roti berwarna kuning dan sepucuk surat cinta dengan tinta yang juga berwarna kuning. Pas untuk ganjal perut. Makasih ya, Hagia. Jasamu abadi.
Perjalanan kali ini tidak ada yang begitu istimewa; selain mbak-mbak bule di sebelahku agak bau semriwing dan bahasa inggrisku agak blegak-bleguk waktu diajak ngobrol. Maklum, kaget. Sepanjang perjalanan juga lebih banyak diisi tidur. Rencana kami untuk membuat video showreel sudah terbabat habis oleh waktu tidurku yang ternyata betah tak berkutik sampai pagi. Tapi pengalaman yang paling menyenangkan selama perjalanan adalah ini kali pertama kaliku sholat di musholla kereta yang rasanya lumayan bikin vertigo. Walaupun aku tidur lagi, tapi aku sempet chasing sunrise pagi itu hahaha latihan skena cuy.
Kami tiba di Malang masih cukup pagi pukul 06.30 keesokan harinya (3 Juni 2024). Malang ternyata lebih dingin dari yang aku kira. Satu tempat yang nafsu banget kami cari setelah turun dari kereta adalah Indomaret stasiun. Kopi menjadi rutinitas pagi yang wajib ditemui oleh Mas Kiki, sedangkan onigiri tuna mayo sudah cukup bagiku.
Hari pertama di Malang, jadwal kami cukup padat dengan segala agenda berlapisnya. Setelah satu jam susun rencana untuk hari itu, kami dijemput oleh supir kami (baca: gocar) untuk menuju destinasi pertama, yaitu Kafe Naiki (yang awalnya ku kira Kafe Nike). Oh iya sekilas info; agendaku ke Malang sebetulnya adalah tidak ada agenda, wkwk.
Karena Mas Kiki-lah yang punya kepentingan di Malang untuk memenuhi absen dirinya sebagai dosen lepas di UB Malang untuk Ujian Akhir mahasiswanya. Tapi, bukan Pehagengsi namanya jika tidak bikin-bikin. Dari bikin-bikin itu, jadilah beberapa rentetan peristiwa panjang yang hingga hari ini (September 2024) masih terus berjalan dan semoga berumur panjang. Aminin gak sih?!
Kembali ke bab Kafe Naiki, jadwal pertama adalah sesi konsultasi, yang dibuka dari jam 08.00 sampai pukul 13.00. Cukup macet dan panjang untuk membahas cuap-cuap marketing, creative, dan lipat-melipat zine.
Setelah beberes dan huhu haha hihi, kami melanjutkan ke destinasi selanjutnya untuk program #TurDalamNegeri episode Malang di salah satu kolektif bernama Penahitam Artspace. Film yang diputar saat itu adalah Dayabara (Kolektif Hellofriends Purbalingga) & Ruang Kami; Soetedja (Kolektif Heartcorner Purwokerto) dari program Rekam Skena 2 Cherrypop Music Festival yang kami tangani tahun lalu. Yaa seperti ruang kesenian lainnya yang selalu buatku terkesan, yang ini pun tidak ada bedanya. Kata gen Z, tempatnya artsy banget! Lantai bawahnya dijadikan kafe bernama ‘BWHTNH’ dan lantai atasnya dijadikan tempat untuk silat kesenian dalam lingkup dark art.
Tau, kan kalau aku gumunan? Ya.. sepanjang di tempat itu mungkin aku bilang lucu lebih dari 100 kali. Udah kaya sholawat aja bung!
Agenda hari itu tidak berakhir di Penahitam Artspace. Bahkan sampai aku menulis ini pun masih heran, ada gila-gilanya juga, ya jadwalnya. Dari Pehanitam Artspace, kami (harus) selesai setelah isya dan kejar-kejaran dengan waktu untuk hijrah ke Srawung Hub dalam acara program #TurDalamNegeri yang diselenggarakan oleh UKM Brawijaya: Nol Derajat Film Malang dengan layar yang diputar adalah ‘YK48’ (dir. Riezky Andhika Pradana, 2022), ‘PDKT 6 Minggu’ (dir. Arief Khoirul Alim, 2022) dan ‘GUA PENGEN LU NGANTERIN NIH BARANG NGELINTASIN WAKTU PAKE KENDARAAN WAKTU LU’ (Beny Kristia, 2022).
Diselingi dengan diskusi dan jual merch, hal ekstrim yang malam itu belum kami putuskan adalah sampai pukul 23.00 setelah acara berlangsung, kami belum mencari penginapan.
Hamdalah, di sini kami bertemu dengan Mas Daus, manager dari one and only Mas Iksan Skuter. Mas Daus dengan baik hati menawarkan rumahnya untuk jadi tempat singgah kami. Siapa kami untuk menolak? Ya gas lah!
Hari pertama yang terasa suangat puanjang itu diakhiri pukul 01.00 dini hari versiku dan 04.00 dini hari versi Mas Daus dan Mas Kiki. Curiga deh kalau mereka sebetulnya kalong. Padahal puncak acara kami di Malang terjadi nanti malam, tapi kami sudah sibuk sejak ayam belum berkokok. (Bersambung)
_
Pehagengsi; Alter\Native
Pehagengsi powered by Mergo Konco Studio
(Day 1) Skena, kolektif, zine, dan apapun di antaranya adalah tamu asing yang datang dengan salam sopan dan menempel padaku yang serba ‘gumunan’ ini | Oleh: Dinda Ok
Reviewed by pehagengsi
on
October 21, 2024
Rating: 5